06 Mei 2008

Tugas Pers Lokal, Menjurnalistikkan Publik dalam Pilkada

Tulisan ini saya posting sebagai bahan pertimbangan rekan-rekan pers dalam menyambut Pilkada NTB 2008.  Sehingga berita mengenai adanya media yang memihak tidak terdengar lagi.. betul tidak???

Oleh: Kandyawan WP
PROFESIONALITAS, netralitas, dan objektivitas kerja pers, terutama pers lokal, mulai saat ini diuji kembali dalam proses pelaksanaan pilkada. Ada beberapa faktor penghambat netralitas dan objektivitas pers lokal dalam liputan pilkada.
Pertama, keterbatasan jumlah dan jenis media lokal yang akan meliput pilkada menyebabkan setiap kandidat dan tim sukses akan menempatkan media layaknya primadona.
Agar setiap aktivitas (kampanyenya) diresonansi dan diaplifikasi media, para kandidat akan berebut dengan segala daya-berkolaborasi dengan orang-orang media lokal. Penjaga gawang media akan berhadapan dengan kenekatan para kandidat yang berusaha mensubordinasi netralitas media bagi kepentingan kelompoknya.
Kedua, adanya tarikan laten etnosentrisme, primordialisme, dominasi kepentingan politik-ekonomi jangka pendek antara para kandidat dan pemodal media. Dua hal tadi kadang-kadang menyebabkan pers lokal terjebak dalam kisaran perebutan kekuasaan, melakukan preferensi terhadap salah satu kandidat.
Kalau hal ini sampai terjadi, kepentingan publik daerah akan sangat dirugikan, sekaligus profesionalitas pers ternodai.
Melalui kompilasi puluhan penelitian di Asia Tenggara dan Selatan, Thomas L Jacobson (1994) sampai pada beberapa kesimpulan tentang peran positif yang dapat dimainkan media lokal bagi komunitasnya seperti sebagai pendidik, identifikator masalah, penyedia forum, dan penguat (revitalitator) sosiokultural bagi komunitasnya.
Namun sebaliknya, kuatnya nilai primordialisme dan keterdekatan sosiokultural-ekonomi orang media dengan stakeholder daerah menyebabkan media lokal juga memiliki posisi dilematis dalam peliputan pemilu lokal. Pers daerah kadang-kadang gagal menjaga jarak -ikut larut- terlibat secara emosional dengan dinamika kompetisi sosial politik dan konflik di wilayahnya (Jack Snyder: Dari Pemilu ke Pertumpahan Darah, terjemahan, 2003). Tegasnya, liputan menjadi kurang jernih.
Di sisi lain, tekanan pasar, baik yang berupa ketatnya persaingan antarmedia maupun kehausan publik bawah terhadap tuntutan sensasionalitas berita, sering memperkeruh proses dan wajah liputan pers daerah. Dramatisasi peristiwa melalui penggalian sikap psikososial para selebritis politik (baca: calon kepala daerah beserta tim suksesnya) menjadi orientasi utama pemberitaan.
Dalam setiap pemilu, fungsi-fungsi komprehensif jurnalistik direduksi sekadar menjadi perpanjangan tangan kandidat dalam memanipulasi pesan politiknya. Namun yang terjadi adalah sebuah jurnalisme yang berorientasi pada tokoh, sensasionalisme drama, dan sinisme wacana dari para selebritis politik. Padahal yang paling berkepentingan terhadap pelaksanaan pilkada adalah publik.
Aspirasi Publik
Tujuan utama pilkada adalah untuk menampung dan menyelamatkan aspirasi publik daerah. Karena itu, dalam konteks ini peran pers lokal yang paling utama sebenarnya adalah mengumpulkan, memperkuat, kemudian meresonansi agenda (sosial politik) nyata yang berkembang di kalangan pemilih.
Untuk menjawab tantangan tadi, sudah saatnya pers lokal mengubah orientasi pemberitaan. Pers daerah harus mampu menjurnalistikkan publik dan memublikkan jurnalistik.
Menjurnalistikkan publik dimaksud sebagai kemampuan pers mengangkat aspirasi dan isu-isu lokal yang paling berkembang di kalangan publik bawah, meski kadang-kadang isu tersebut tersembunyi, dianggap biasa akibat imunitas sosial masyarakat setempat, unsur aktualitasnya kurang, atau yang lebih sering adalah ketiadaan kemampuan publik bawah mengangkatnya dalam wacana sosial akibat rendahnya akses media di kalangan mereka. Padahal mayoritas publik bawah merasakannya. Dalam hal ini kadang-kadang dibutuhkan keberanian dan kecerdasan pers lokal untuk tidak sekadar memberitakan peristiwa, namun memeristiwakan kejadian.
Selanjutnya memublikkan jurnalistik diartikan sebagai kemampuan pers lokal membuka diri seluas-luasnya akses bagi publik bawah yang ingin mengartikulasikan sikap dan kepentingannya dalam media. Media bukan teritori angker tempat pertarungan wacana papan atas milik para petinggi partai, pemerhati, para birokrat, para pemilik modal besar, dan para profesional.
Namun yang lebih utama, media adalah sebuah forum yang memungkinkan setiap individu daerah merepresentasikan sikap dan aspirasinya, serendah dan sekecil apa pun kedudukan sosial publik.
Tentu perubahan orientasi ini tidak mudah. Di samping dibutuhkan niat dan pemahaman paradigmatik tentang apa itu jurnalisme publik, yang lebih penting adalah kemampuan teknis dengan metode apa dan bagaimana penjaga gawang media lokal mampu mengangkat ke permukaan aspirasi publik bawah secara maksimal.
Namun dengan, kemajuan teknologi informasi yang ada kini, agregat kepenting publik yang sering amat heterogen dan variatif sesungguhnya dapat lebih mudah ditangkap. Beberapa teknis kerja sama pers dengan publik amat dimungkinkan, misalkan dengan melembagakan polling (baik yang konvensional maupun elektrik), mengadakan panel, mewujudkan public hearing, bekerja sama dengan universitas, LSM, dan lembaga survei untuk meresonansi penelitian pemberdayaan publik.
Kasus pemilu legislatif dan pilpres Indonesia yang hasilnya mampu didahului oleh lembaga survei menunjukkan besarnya potensi pers mengartikulasikan aspirasi publik bawah. Sayangnya, selama ini konsep publik masih didekati secara kuantitatif. Konsep publik hanya muncul sebagai agregat angka statistika. Untuk itu, dibutuhkan metode pelengkap yang memungkinkan persoalan publik didekati secara kualitatif.
Dengan demikian, wajah, keunikan sikap individual, dan humanitas publik dengan segala problematika sosialpolitik yang menyertainya bisa dipotret secara lebih jernih, kaya, dan komprehensif. (17n)
- Penulis adalah dosen Komunikasi FISIP UNS Surakarta, pemerhati komunikasi dan kebudayaan.

Tidak ada komentar:

arsip

Mengenai Saya

Foto saya
Kembang Kuning, NTB, Indonesia
nike pandanganke lengan sudut pandangke sendiri sak merasa jari terune sasak...!!!